Lisan dan Penyakitnya

waktu baca 3 menit
Senin, 7 Feb 2022 14:20 0 72 Redaksi

Your Ads here

Lampung Suara Santri.id

Lisan merupakan pokok dari citra seseorang, setelah wajah. Lisan mengeluarkan kata-kata sebagai jembatan utama berinteraksi dengan sesama. Dengan mengandalkan lisan, seseorang dapat berperan besar di masyarakat. Dalam hal profesi, misalnya pembawa berita, pemandu acara, pendakwah, dan pemimpin negara hingga tingkat RT dilihat dari bagaimana ia bertutur kata dengan lingkungannya.

Sebagai bagian dari anggota tubuh, lisan juga tidak luput dari berbagai kebaikan dan penyakitnya. Imam Al-Ghazali, dalam Bidayatul Hidayah, menyebutkan delapan hal yang termasuk dalam perbuatan buruk oleh lisan, antara lain dusta, tidak menepati janji, bergosip, adu mulut, memuji diri sendiri, melaknati, mendoakan buruk pada makhluk, serta bercanda disertai hinaan.

Imam Al-Ghazali menyebut dusta sebagai امهات الكبائر yakni induk dari dosa-dosa yang besar. Kenapa demikian? Sebab sekali seseorang melakukan kebohongan, maka ia akan menutupi kesalahan-kesalahan selanjutnya dengan cara berbohong. Maka, hal ini dapat menjadi kebiasaan. Sehingga dosa yang tadinya kecil, lama-kelamaan bertambah besar.  Efek negatif lainnya ialah tingkat kepercayaan orang lain terhadapnya pun semakin menurun.

Selain dusta, bergosip adalah salah satu penyakit lisan yang lumrah di masyarakat. Bergosip, yakni membicarakan sesuatu tentang orang lain yang seandainya orang tersebut mendengarnya maka ia merasa tidak senang. ‘Yang kita omongin ini fakta, bukan gosip’, begitu kurang lebih kalimat yang terkadang keluar saat bergosip. Sekalipun hal dibicarakan itu benar, maka bergosip tetap termasuk tindakan menzalimi orang lain. Terlebih jika yang disampaikan tidak benar, maka yang akan terjadi adalah fitnah.

Yang lebih berbahaya lagi, ketika bergosip membicarakan kekurangan orang lain, kemudian dibandingkan dengan kelebihan diri sendiri. Maka akan timbul pula perasaan sombong.

Penyakit lisan yang lain ialah melaknati makhluk, baik itu terhadap sesama muslim, hewan, makanan, bahkan orang kafir. Masyhur dalam hadits, ketika tidak senang dengan suatu makanan yang dihidangkan, Rasulullah saw. hanya diam dan mengambil makanan yang lain. Jadi, tidak perlu menjelek-jelekan makanan tersebut.

Selain beberapa maksiat yang dilakukan lisan di atas, Abd al-Aziz ibn Ibrahim al-Rayy al-Habsy dalam Izhar al-Ifadat min Aujaz Mukhtasharat al-Sadat al-Syafi’iyah fi ‘Ilm al-Hal juga menyebutkan sebagian dari maksiat lisan yang lain. Di antaranya menuduh zina (qadzaf), berkabung dengan ratapan yang berlebihan dan terus menerus, menghasut orang lain untuk melakukan perbuatan haram, atau mengajak orang lain untuk mengentengkan kewajiban.

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Abi Dawud dan Al-Baihaqi disebutkan المؤمن مرأة المؤمن (seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya). Maka, jika tidak ingin mendapatkan keburukan dari lisan orang lain, maka diri sendiri harus terlebih dulu mengkondisikan dan melindungi diri dari penyakit-penyakit lisan.

Lisan yang baik dapat mengantarkan kesuksesan seseorang di dunia, juga menjadi ladang pahala. Pun sebaliknya, jika lisan digunakan untuk berkata yang buruk, maka semua itu akan kembali ke diri sendiri sebagai sebuah keburukan dan dosa. Semoga Allah swt. melindungi kita semua dari penyakit-penyakit lisan di atas.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Penulis : Laila Fauziah

Redaksi

Suara Santri

LAINNYA