Pasuruan Suarasantri.id Pagi (8/08/2022), di halaman Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Ketapan Rembang nampak berkumpul sekira 300 orang santri, “hari ini bertepatan dengan 10 Muharram 1444 Hijriyah merupakan bulan yang penuh sejarah bulan penuh berkah bagi Yatim-Piatu dan para duafa serasa lebaran”, ujar pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien KH. Machrus Ali disela menyambut para dermawan yang ikut dalam acara santunan kepada 40 anak Yatim dan 210 duafa’.
Acara seperti ini rutin dilaksanakan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. Pondok Pesantren yang menampung kurang lebih 300 satri dari berbagai daerah ini memang tidak memungut biaya sama sekali kepada santrinya (gratis) yang menimba ilmu disini sebab mayoritas santri adalah Yatim-Piatu sambung KH. Machrus Ali yang juga sekaligus sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien, Jatigunting Wonorejo Pasuruan ini.
Seperti kita ketahui bersama bahwasannya Muharram adalah Tahun baru hijriah atau tahun baru Islam merupakan tahun baru dalam kalender hijriah. Kalender hijriah sendiri memiliki sistem penanggalan yang berbeda dengan sistem penanggalan kalender masehi. Sistem penanggalan kalender Islam ditentukan berdasarkan siklus bulan Sejarah tahun baru hijriah berkaitan dengan awal mula ditentukannya kalender hijriah sebagai kalender Islam. Penetapan awal tahun baru Islam atau penanggalan hijriah merujuk pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Kota Makkah ke Madinah.
Hijrahnya Nabi Muhammad pada tahun 622 Masehi ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Kemudian ditetapkan sebagai hari pertama penanggalan hijriah atau kalender Islam, yakni 1 Muharam 1 Hijriah. Khalifah Umar bin Khattab sangat berperan dalam sejarah penetapan awal kalender hijriah yang menjadi awal tahun baru hijriah. Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib menjadi pemrakarsa penetapan awal tahun baru Islam.
Tahun 622 Masehi yang merupakan tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW, menjadi tahun pertama kalender hijriah. Kala itu adalah tahun ke-17 setelah peristiwa hijrah atau 3-4 tahun saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, pungkas KH. Machrus Ali yang kemudian melanjutkan pembagian bingkisan dan uang kepada para Yatim-Piatu dan Duafa’. (Supri)