Selasa, 8 Agustus 1360 Masehi, atau bertepatan 24 Ramadhan 761 Hijriyah, akhirnya tercatat sebagai hari masuknya Islam di tanah Papua.
Momentum itu tercatat dalam seminar nasional mengenai masuknya Islam di Tanah Papua. “Islam telah terinternalisasi dalam sistem kerajaan di Fakfak seperti Kerajaan Fatagar, Rumbati, dan Atiati, serta kerajaan lainnya di Papua Barat dan Raja Ampat.
Keputusan ini diumumkan pada Sabtu malam, 11 Januari 2025, melalui berita acara nomor C005/DP-P.XXXIII/1/2025, yang ditandatangani oleh tokoh-tokoh Papua dan para raja.
Sekretaris Tim Perumus, KH. Fadlan Garamatan, mengungkapkan bahwa Islam telah menyebar di Papua melalui jalur perdagangan dan dakwah, sebelum kedatangan bangsa Spanyol, Portugis maupun Belanda.
Berbagai penelitian menguatkan keberadaan Islam sejak abad ke-14 di Papua melalui bukti artefak, masjid tua, kitab Al-Qur’an, dan tradisi masyarakat.
Tokoh pembawa agama Islam adalah Abdul Ghaffar, seorang mubaligh dari Aceh, yang tiba di Kampung Gar atau Furuwagi, Kabupaten Fakfak.
“Fakta ini juga menegaskan bahwa Islam menjadi bagian penting dalam sistem sosial masyarakat Papua, selaras dengan konsep “Satu Tungku Tiga Batu”, yang merangkul harmoni antara Islam, Kristen, dan Katolik,” terang KH. Fadlan.
Sementara itu, Ketua Umum MUI Papua Barat KH. Ahmad Nausrau, Spd.I.,MM menjelaskan jika seminar nasional yang digelar ini merupakan tahapan akhir dari kajian ilmiah perjalanan sejarah masuknya agama Islam di tanah Papua.
“Kita telah melakukan seminar ke seminar dari tahun 2006, 2008 MTQ Ke 2 Irian Jaya Barat, dan sudah menerbitkan buku hasil dari penelitian dan kajian ilmiah,” ungkap Nausrau.
Dalam seminar yang juga dihadiri Raja Fhatagar, Raja Rumbati, Raja Sekar Pikpik, Raja Wertuar, Raja Komisi, dan Raja Namatota tersebut, Diungkapkan, saat itu pemerintah Kabupaten Kaimana tahun 2009-2010 menghadirkan peneliti, namun belum sampai pada sebuah kesimpulan dan penetapan.
Kemudian, masih kata Nausrau, MUI Papua Barat pada tahun 2018, melaksanakan penelitian sejarah masuknya agama islam di tanah Papua dan dibicarakan dalam Rakernas MUI Pusat di Raja Ampat hingga mengeluarkan buku yang berjudul moderasi beragama.
Dari tahun 2006 ke 2024 sudah 18 tahun, belum ada kesepakatan bersama sebagai dasar menentukan tanggal masuknya agama Islam di tanah papua.
“Dengan bukti-bukti ilmiah yang telah dihasilkan itu, sudah saatnya penetapan waktu dan tempat yang menandai syiar agama islam ini memiliki nilai spiritual bagi ummat islam khususnya di tanah papua,” ucapnya.
Berita acara ini ditandatangani oleh sejumlah tokoh, antara lain: Abdullah Manaray, ST (DPD RI), H. Saleh Siknun, SE (DPR Papua Barat), Abdul Gani Ishak Bauw (Raja Rumbati), Arif H. Rumagasen, S.Sos., MAP (Raja Sekar), Randi Asnawir Ombaier, S.Sos (Raja Namatota), H. Syaiful Islam Al Payage (MUI Papua).
Seminar ini dirumuskan oleh tim yang dipimpin oleh Dr. Ir. Mulyadi Djaya, M.Si dan melibatkan akademisi serta tokoh agama seperti Prof. Yon Machmudi, Ph.D, dan KH. Fadlan Garamatan.
Acara yang berlangsung di Gedung Wintder Tuare, Fakfak, dibuka secara resmi oleh Penjabat Gubernur Papua Barat, Drs. H. Ali Baham Temongmere, M.Tp, dan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, Dr. Drs. Muhammad Musaad, M.Si.
Penetapan 8 Agustus 1360 sebagai awal masuknya Islam di Papua diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sejarah Islam di tanah Papua, sekaligus menjadi momentum untuk menjaga harmoni antarumat beragama di bumi Cendrawasih ini.*
sumber data: Hidayatullah.com